Kamis, 13 November 2014

Mengagumimu Dari Jauh

Diposting oleh Annisa di 05.35 0 komentar
Bibir tebal, merah merona, tanda senyum khasmu. Rambut ikal sedikit bergelombang, kaos serta celana jeans panjang yang selalu menempel erat kemanapun kau pergi, jadi sebuah tanda kehadiranmu. Celoteh nyeleneh mu yang saat ini sangat ingin kudengar langsung dari bibirmu. Tulisan-tulisan jahil di timeline twittermu, membuatku tertawa kecil. Menertawai omongan-omongan kotormu yang sebenarnya tak pantas terpajang disana. Sekalipun itu dalam bahasa asing.

Lucunya adalah ketika aku diam-diam mengagumimu. Merengkuh bayangmu lewat maya. Mendekap penuh asa setiap titik coretan yang kau tulis didalam semu. Entah sejak kapan aku mulai diam-diam mengikuti setiap gerak-gerik langkahmu. Semua berlalu begitu cepat. Secepat langkahmu meninggalkan kampus sebelumnya. Dari dulu aku sangat menyukai laki-laki yang bergaya sepertimu. Tapi entah mengapa, tidak ada satupun dari mantanku yang bergaya seperti kamu. Mereka semua berbeda dan mempunyai kelebihan masing-masing yang juga berbeda darimu. Aku tertarik begitu dalam denganmu. Tak ingin mempunyai angan yang lebih, hanya ingin sekedar berteman. Aku merindukanmu, merindukan kita yang tak pernah bisa menyatu dalam nyata. Aku merindukan segala sesuatu yang hanya bisa kulihat seminggu dua kali. Dan bahkan kurang dari itu; Kamu. Aku merindukanmu disaat seperti ini. Waktu yang singkat adalah musuh terbesarku yang kadang menjadi penyesalanku karna dua hari itu kita, atau lebih tepatnya dipanggil “aku” tak dapat memandangimu dari kejauhan. Tak melihat batang hidungmu keluar dengan motor antikmu, atau bahkan hanya sekedar menyiram tanaman didepan rumah. Jika sudah begitu, aku hanya bisa melihatmu lewat maya. Mengikuti setiap aktifitasmu yang kadang kau tulis didalam notes berjalanmu.

Sabtu, 11 Oktober 2014

Secret Admirer

Diposting oleh Annisa di 04.26 0 komentar
Meratapi kegundahan bulan purnama yang memancar tanpa ada bintang disampingnya, itulah yang saat ini menjadi kegiatan malamku sehari-hari ketika kita atau lebih tepatnya disebut kamu telah memutuskan untuk tak lagi berhubungan. Saat itu kamu memilih pergi dan menjauh dari “kita” yang telah terbentuk bersama setelah perkenalan yang kemudian berujung makan bersama itu. Aku mengagumimu dari awal kita berkenalan. Gaya leluconmu, caramu membawa seseorang sungguh membuatku tertarik. Tapi aku lebih tertarik pada gayamu membawaku pada kebaikan. Waktu itu, saat adzan dzuhur berkumandang, kamu dengan sigap menyuruhku untuk segera menunaikan ibadah sholat. Mulai dari situ aku kagum. Kagum akan sosokmu yang rajin ibadah. Mungkin aku menyukaimu..

Jumat, 26 September 2014

Long Distance Relation(shit).....?

Diposting oleh Annisa di 07.46 0 komentar

Teruntuk laki-laki tegap diujung pulau sana..
Aku..... Merindukanmu!


Menunggu telponmu adalah hal yang paling kunanti di akhir pekan. Dimana kita dapat bercumbu dalam maya sepuasnya tanpa terbebani oleh waktu. Lima hari kerja kita habiskan dengan menyibukkan diri pada masing-masing kegiatan. Seolah waktu untuk kita berdua telah tersita. Hari demi hari berat kulalui tanpa kehadiranmu, kehadiran seseorang yang amat sangat kubanggakan disebrang pulau nun jauh disana. Rasanya, lewat video call pun tak cukup menuntaskan kerinduanku. Malam ini, kita bernostalgia. Ya, mendendangkan cerita lama kita yang terkenang sepanjang hayat. Tertawa renyahmu adalah salah satu yang paling kurindukan. Seraya bercerita, ku bayangkan raut wajahmu ketika tertawa. Mata sipitmu, senyum lebarmu....... Ah! Jika aku bisa merengkuh pulau itu, kan ku cubit pipi tembemmu.


Tak pernah habis rasanya jika bercerita tentang kita. Kita yang entah bagaimana bisa dipertemukan hingga akhirnya bersama, kita yang entah sesulit apa hingga akhirnya bisa berdua hingga saat ini. Rasanya, rinduku padamu tak padam. Ingin rasanya kudekap dirimu penuh hangat, tapi sekali lagi; kita dikalahkan jarak. Tak peduli sejauh apapun jarak menghadang, aku tetap bisa merengkuhmu lewat doa. Memanjamu lewat pesan singkat, serta memelukmu lewat maya. Pertanyaannya kini, “sampai kapankah hubungan ini bertahan? Dan sampai kapankah kau dan aku terpisah ribuan kilometer?” Aku benci! Aku sungguh benci sayang, ketika aku harus bersabar menunggu hari sabtu yang jaraknya lumayan lama dari hari senin hanya untuk melepas kangen denganmu. Bercerita semalam suntuk hingga mendengar kokokan ayam di pagi buta. Aku ingin memeluk nyatamu, memegang tanganmu, melihat badan tegapmu.

Imajinasiku melambung tinggi ketika aku mengingat beberapa peristiwa lucu denganmu. Ada kalanya kita bertengkar karna hal sepele, ada kalanya kau memanja lucu, sampai ngambek karna aku tak mau menuruti apa yang kamu suruh. Semua bisa kita jalani dalam waktu setahun. Waktu yang cukup lama untuk seseorang yang menjalani hubungan jarak jauh. Aku mencintaimu, sayang. Sungguh. Aku tak pernah bisa melupakan kenangan-kenangan indah bersamamu. Melewati hari ulang tahun berdua, hingga hari raya idul fitri. Rasanya berdua denganmu tak kan bisa terganti oleh apapun.



Entah sampai kapan sayang, kita bisa melewati ini berdua...

Senin, 22 September 2014

Ruang Rindu

Diposting oleh Annisa di 06.49 0 komentar
Aku memutuskan berlari dari matahari yang menyengat siang ini. Bukan, bukan karna takut panas. Akan tetapi mengejar waktu demi bertemu denganmu. Ku tatap jam tangan hitam yang berkalung erat di tangan kananku. Menunjukkan hampir pukul 3 sore, aku masih belum terlambat untuk bertemu denganmu. Ku terjang ringroad dan seolah tak peduli seberapa kencang kendaraan yang berlalu lalang diseputaran jogja demi mendapatkan suguhan tatapan matamu. Beberapa menit kemudian, aku berhenti didepan rumah sementaraku. Bersiap-siap jikalau ternyata sepuluh menit lagi kau akan datang. Sudah hampir satu jam kau tak kunjung datang. Tapi aku tetap sabar menunggu walaupun aku bukan tipikal orang seperti itu. Akhirnya kau datang dan kita lewati seperdelapan hari itu berdua, bersama..

Esoknya, ku pikir, kau tak akan lagi memberi pesan-pesan singkat lewat blackberry messenger.

Jumat, 05 September 2014

Lakon Rama Shinta

Diposting oleh Annisa di 05.31 0 komentar
Tak pernah terbayangkan sebelumnya, bertemu orang sepertimu. Tak pernah terbesit satu pikiran pun untuk merindukanmu. Merindukan yang semestinya menjadi adik tingkatku. Badan tegap, wajah ndeso tapi ngganteng, medhog, katro, membuat keunikan tersendiri. Apalagi ke-alay-anmu. Mungkin kamu tidak menyadari, aku memperhatikanmu dari kejauhan. Pun memperhatikan segala Recent Update mu. Aku mengerti, anak kecil seperti kamu pasti masih terbawa kelabilan. Apalagi kamu juga baru lulus dari tahap mencari jati diri.

Dear Rama-ku..
Aku, adalah orang yang paling kolot masalah pekerjaan dan umur. Apalagi tentang masa depan dan jodoh. Nggak muluk-muluk untuk bisa bersamaku. Asal mengerti agama, seiman, setia, bisa membimbing menuju surga bersama, dan yang paling penting lebih tua dariku. Karna pikirku tak pernah berubah dari dulu hingga kini. Bahwa; yang lebih tua jelas pasti lebih dewasa dariku. Tapi, semua mindsetku berubah ketika aku mengenalmu. Aku yakin, Rama-ku, kau pasti dewasa. Sedewasa badan tegap, pandangan mata, serta wajahmu. Orang takkan mengira jika kau harusnya menjadi adik tingkatku. Bukan malah sekelas denganku. Aku takut untuk menyukaimu. Takut jika perasaanku tak terbalas seperti apa yang pernah ku alami. Aku takut menunggumu. Takut jika nantinya kau tak pernah memilihku. Mengagumimu dari jauh sudah menjadi hadiah spesial untuk diriku.

Rama-ku,
Aku sudah bahagia ketika pertama kali mendengar suara khasmu. Apalagi tahu bahwa kamu asli jogja; kota yang selalu ku incar. Aku selalu ingin menikah dengan laki-laki yang satu suku denganku. Walaupun tidak menutup kemungkinan untuk suku yang lain, tapi setidaknya, aku bisa melihat orang tuaku tersenyum bahwa, anaknya meneruskan keturunan sukunya.  Mencari yang sesuai kriteria bagiku, sangat susah. Apalagi aku tipe pemilih. Tapi rasanya, semua sudah ada pada dirimu. Terutama agama. Tapi aku sadar, kamu tidak akan mungkin menyukaiku, apalagi menyayangiku. Jikalau pun kamu sayang, pasti hanya sebatas kawan dan tak lebih. Ya, aku mengerti Rama-ku..

Rama,
Walaupun kau tak setampan Arjuna, tak sekuat Bima, dan tak sebijaksana Dosoroto, tapi kamu akan tetap jadi Rama-ku dan aku Shinta-mu. Mengagumimu akan menjadi suatu cerita yang baru dan menarik bagi hidupku. Cukup hanya dengan mengagumi, tak ingin menyukai apalagi lebih, Rama....



Apa kabarnya ya dirimu nanti jika suatu saat kita akan di-rolling? Apa kabarnya suara khas medhogmu, apa kabar guyonanmu, apa kabar senyum manismu...

Senin, 25 Agustus 2014

Ini Untuk Kamu...

Diposting oleh Annisa di 06.01 0 komentar
Entah sudah berapa lembar kertas yang kuhabiskan untuk mendeskripsikan dirimu. Entah sudah berapa banyak tinta yang habis untuk mengurai jejak hidupmu. Entah sudah berapa banyak cerita tentangmu yang telah aku tulis. Tapi, kamu tak pernah menyadari itu. Kamu asik dengan duniamu yang baru. Aku mulai menaruh harapan setelah beberapa hari mengenalmu. Bayang-bayangmu tak pernah mau hilang dari ingatanku. Wajahmu terlalu akrab didalam otakku. Semua berubah untuk beberapa saat waktu. Setelah itu kau pergi. Kau kadang datang ketika kau ingin lalu kau pergi lagi. Setelah itu kau datang lagi yang ku pikir akan membawa kabar bahagia. Nyatanya aku salah. Kau malah membawa kabar yang terlalu indah untuk hidupku. Lalu kau pergi lagi untuk sementara waktu. Pada masa itu, aku mulai berfikir “untuk apa aku marah pada orang yang ku sayang?” . Kita bertemu lagi dalam maya. Ku ungkapkan semua isi hati dan harapanku. Aku hanya berharap, semua akan berubah seperti saat pertama kita kenal. Nyatanya sirna. Tulisan-tulisan itu hanya pajangan untukmu. Tak ada respon baik darimu. Bodohnya aku selalu mengintil kehidupanmu. Menanyakan pada setiap orang yang mengenalmu. Apa kabarnya kamu pagi ini, dengan siapa kamu sekarang. Aku rela menunggumu. Menunggu hingga urusanmu selesai dengannya. Nyatanya yang kudapat hanya nol besar. Semuanya sia-sia. Kamu tau kenapa aku bisa sebodoh ini? Karna hanya kamu satu-satunya orang aneh yang pernah datang dan pergi ke dalam hidupku. Karna hanya kamu satu-satunya laki-laki yang seenak jidat menghubungiku. Kamu aneh, aku suka. Kamu gila, aku sayang. Tapi sekali lagi; aku terlalu bodoh.
Mungkin nanti, kau akan mengerti rasanya seperti ini. Pahit ketika kau masih mengharapkan seseorang dari kejauhan. Tak pernah direspon segala niat baikmu untuk menunjukkan sesuatu. Semua pasti berbalas. Entah hal jahat maupun baik. Entah indah maupun buruk. Cepat atau lambat kau akan tau siapa yang pernah membuntutimu sejauh ini. Dan suatu saat, kau akan mengerti rasanya kelelahan melihat seseorang yang kau harapkan malah merindukan orang lain dari kejauhan. Selamat, semoga kau bahagia.



Ini Untuk Kamu... Dwi! (yang nama lengkapnya terdiri dari 3 kalimat)

Minggu, 24 Agustus 2014

A Letter From A New Place

Diposting oleh Annisa di 01.48 0 komentar
Jogjakarta, 21 Agustus 2014

Mungkin, ketika kamu baca ini, aku sudah pergi jauh. Sejauh hatimu yang telah meninggalkanku sedari dulu..
Mungkin, ketika kamu melihat ini, aku sudah berada ditempat baru yang tak kamu ketahui...
Mungkin, ketika kamu memikirkan ini, aku sudah bahagia meninggalkan tempat lama yang sudah dari kejauhan ingin ku tinggalkan..

Sayang,

Masalalu kita cukup kelam dan berat
Banyak tanya yang tak bisa kau jawab dengan jujur dan pasti
Banyak kepalsuan menghantui hubungan kita
Banyak murka yang harusnya tak nampak

Darimu, aku belajar mencintai seorang laki-laki dengan banyak kekurangan sepertiku
Darimu, aku mengerti bahwa cinta tulus datangnya dari hati, bukan dari paras
Darimu, aku paham tak semua orang setia adanya

Sayang,

Sekali lagi aku bicara
Jangan pernah ada lagi cerita tentang kita, cerita-cerita masalalu kita
Cukup hadirkan hatimu padanya, jangan padaku
Pergilah dengan dia yang mencintaimu

Kamu yang memulai ini semua
Kamu yang lebih memilihnya daripada aku
Kamu yang membuat semua keputusan ini

Sayang,

Sadarlah                         
Suatu saat nanti aku yakin kau akan menyesal
Dan suatu saat nanti aku yakin kau akan mencariku
Tapi ingatlah, ketika kau menyesal, sudah tak ada bayangku lagi disana

Pasti kita sudah terpisah jauh. Sejauh bintang yang tak dapat kita tatap secara langsung

Menghitung Hari

Diposting oleh Annisa di 01.45 0 komentar
Denting jam kian semilir nadanya. Matahari pun cepat berganti bulan. Waktuku seperti tinggal hitungan mundur

Selamat Tinggal,

Semua kenangan akan pahit, manis, asamnya kehidupan besarku disini. Kota yang dijuluki BERIMAN.
Sejuta memori akan dirimu, dia, dan mereka akan selalu ku ingat. Pernah suatu ketika aku ingin menghapusnya. Tapi aku tahu, aku tak akan mampu. Sekeras apapun aku berusaha melupakan, bayang-bayang kalian akan tetap ada.

Kamu,

Terimakasih telah mengajarkanku banyak hal. Sebuah pelajaran mahal yang tak akan pernah kudapati dari orang lain. Bahwa kesetiaan itu tak mutlak milik semua orang. Bahwa tidak semua laki-laki menerima banyak kekurangan wanita. Dan terimakasih atas semua kenangan baik dan banyak kenangan buruk. Aku sangat menghargai semua pelajaran yang telah kau ajarkan padaku.

Dia,

Terimakasih pernah singgah dalam hidupku walau sebentar. Layaknya figuran ditengah opera sabun, ia memainkan peran klasiknya dengan sempurna. Yang awalnya berlaku seperti dewa, tapi lama-kelamaan terlihat sifat aslinya. Tapi terimakasih sekali lagi, karna ia pernah mewarnai hidupku dengan tinta merahnya. Dan juga memberi sedikit banyak pelajaran. Hidupku mungkin tak akan pernah lengkap tanpa kehadirannya. Sosok yang aneh, awalnya dewasa, katanya setia, ternyata.... ah! Yang penting ia pernah hadir sebagai figuran yang ada didalam hidupku. Dan sebenarnya, aku ingin ia tak hanya sekedar menjadi figuran, tapi juga pemeran utama walaupun mungkin tak akan menyelesaikan akhir opera ini..

Mereka,

Terimakasih pada kalian, sahabat-sahabatku. SD, SMP, SMA, tak akan pernah mungkin menjadi pelangi tanpa kalian. Kalian membuat indah hari-hariku. Tak cukup satu terimakasih untuk kalian, mungkin sepuluh ribu terimakasih barulah dirasa cukup untuk kalian yang pernah berusaha mati-matian meluangkan waktu hanya untukku. Kalian selalu ada, kalian indah. Kalian memberikanku banyak makna. Sakit hati, tangisan, canda, tawa, semua pernah kita lalui. Hidupku tak akan sempurna jika tak bertemu kalian. Goresan-goresan indah itu akan selalu terpatri didalam hatiku.

Selamat Datang,

Sebuah lembaran baru. Sebuah cerita yang akan kutulis didalam buku baru ini. Kota yang dijuluki KOTA PELAJAR. Sebuah kehidupan baru yang insyaAllah akan ku torehkan dikota ini. Walaupun hanya berbatas lautan, namun, jarak kedua kota ini sangatlah jauh. Sejauh pemikiranku. Mungkin, akan lama aku tak kembali. Namun bisa jadi, aku akan cepat kembali..

BIG THANKS TO:

Kamu, Dia, Dan seluruh sahabat-sahabatku di SDN 015, SMPN 8, Serta SMAN 4 BALIKPAPAN.

Senin, 11 Agustus 2014

Kenangan Manis

Diposting oleh Annisa di 07.23 0 komentar
Teringat disuatu masa
Kau mendekap, membahagiakan aku...
Dalam asa kau berharap
Dalam bayang kau bermimpi, kisah cinta yang abadi...

Ditempat ini aku masih mengingat..
Mengingat semua yang kau beri
Canda, tawa, suka, duka...
Ingin ku mengulang, tapi tak sampai
Ingin ku kembali, tapi takkan mampu..

Disudut itu aku masih mengingatmu
Didalam lirik lagu ini, aku masih menangisi kepergianmu..
Semua masih tersimpan dalam arsip hatiku
Banyak harap dan bayang yang masih menantimu
Kembali Untukku...


6 Agustus 2010 - Just To Remember Someone Outside There..

Jumat, 08 Agustus 2014

Bertatap Masalalu

Diposting oleh Annisa di 01.18 0 komentar
Balikpapan, 27 Juli 2014. Sekitar pukul 21.00 wita...

Ya, aku masih mengingat itu semua. Mengingat malam ini, dan malam-malam sebelumnya. Mengingat ucapan ini, dan mengingat ucapan-ucapanmu sebelumnya.
Malam ini, kau ulang lagi ucapan yang tak ingin lagi kudengar dari bibir tebalmu. Dinginnya malam rasanya tak menyurutkan rasa malumu untuk mengucapkan permintaan itu sekali lagi. Aku tak akan percaya lagi pada apa yang kau ucap. Semua palsu. Kamu hanya sedang ada konflik dengan pacar barumu dan ingin membuat pelarian denganku.

Pernah suatu ketika, aku memikirkan ucapanmu. Ucapan yang katanya ingin “balik” seperti dulu. Aku pikir, ucapan itu pantas untuk dipercaya mengingat bahasa kalbumu yang sedemikian rupa. Aku memikirkan ucapanmu malam itu. Ku pikir akan ada kesempatan seperti kesempatan-kesempatan yang sudah seribu kali kuberi padamu. Dan ternyata aku salah.

Tuhan baik padaku. Ia menunjukkan jalan-Nya padaku. Memang, tak seharusnya orang baik berjodoh dengan orang jahat. Aku pikir, kamu memang telah berubah. Aku pikir, kamu layak mendapatkan kesempatan yang sama seperti kemarin-kemarin. Aku pikir, akan ada jalan. Tapi itu semua hanyalah “AKU PIKIR” bukan kita pikir.

Mengulang kejadian itu, malam itu juga, aku tak pernah lagi mempercayai kata-katamu. Kata-kata yang ingin “balik” tapi tidak ada usaha sama sekali. Kamu mendalang tentang pacar barumu. Seolah aku hanya bisa menonton cerita yang sedang kamu dalangi. Lagi-lagi cerita klasik kau umbar. Kau berkata bahwa mamanya terlalu baik padamu sehingga kau tak kuasa memutuskan hubungan dengannya. Dulu, aku pernah mendengar cerita klasik itu sekali. Apa benar cerita itu? Akupun tak lantas begitu saja percaya seperti omongan-omonganmu sebelumnya. Semua cerita-cerita itu, hanya kamu dan Tuhan yang tahu kebenarannya.
Kamu ucapkan sekali lagi kata-kata “balik” itu. Kamu buat perjanjian sendiri. Kamu ingin aku menunggumu putus dari pacarmu, dan melihat perubahanmu dalam jangka waktu tertentu. Apa kurang aku menunggumu putus dari pacarmu yang dulu? Apa kurang aku menunggumu keluar dari pendidikan konyol yang hasilnya juga nothing? Apa kurang semua itu? Kamu sungguh bukan manusia yang pandai bersyukur.

Aku memang tidak memiliki kelebihan paras dibanding mantan-mantanmu yang lain. Aku tak sehebat mereka yang bisa menari, pandai akting, dan jago dalam akademik. Tapi aku tahu aku punya bakat lain yang mungkin mereka tak punya. Kamu manusia biasa yang mencari kesempurnaan dalam diri seorang wanita. Kamu tak menyadari, banyak yang kurang dalam dirimu. Kamu buat saja wanita sempurna dan kamu nikahi dia.
Aku tahu, kamu hanya mencintai satu orang wanita yang pernah hadir dalam hidupmu. Wanita yang tak pernah ingin kau lepas, bahkan ketika kau bersamaku. Terlihat dari benakmu yang tak pernah bisa melepas ingatan lekat akan bayangnya. Ia yang sudah bersamamu dari SMA, ia yang sudah menemani hari-harimu sepanjang satu tahun sembilan bulan, dan ia yang sudah rela memberikan segalanya bagimu tapi kau pergi begitu saja. Masih kurang?

Biarkanlah kami bahagia dengan cara kami sendiri. Jangan pernah ada lagi topik tentang “masalalu”. Berteman? Boleh. Tapi hanya kamu yang anggap itu, tidak denganku. Bagiku, mantan adalah mantan. Tidak ada mantan menjadi teman untuk sebuah alasan yang tak rasional. Jangan pernah mengunggah ingatan masalalu didalam otakku. Jangan pernah mengucap kata “balik” untuk suatu hal yang tak pasti. Jangan pernah hadir lagi jika hanya ingin menggurat luka.


Waiting again and again? Lakukanlah sendiri. Apakah enak rasanya? Kamu tahu sendiri  suatu saat nanti.

Rabu, 06 Agustus 2014

Sang Pecandu Rindu

Diposting oleh Annisa di 23.41 0 komentar
Kau pandai melukis indah, kau pandai menggambar tawa, sampai-sampai kau pandai melukis luka. Tak bisakah bayangmu ku tatap walau sekejap?

Suara indah dari seberang sana, masih dapat kurasakan. Hangatnya, riuhnya, renyahnya. Andai dapat ku sentuh, kan ku bungkam mulut comelnya. Bayang-bayang wajahnya masih dapat kulihat dalam nyata. Entah bagaimana bisa aku mengingatnya kembali. Mengingat ia yang pernah membuat luka, yang pernah memecah keheningan malam, yang pernah menenangkan hati yang sedang bergulat dengan perasaan. Candaannya yang garing seolah menggurat kembali sebongkah kisah lama yang tak perlu dibuka.
Untuk pertama kali setelah sekian lama, ia kembali menelponku. Memberikan ucapan selamat perayaan. Entah tiba-tiba tanganku gemetar, jantungku berdetak kencang kala telpon itu ku angkat. Aku tak tahu mengapa perasaanku masih tetap ada padahal, aku sudah memperingatkan diriku sendiri untuk tidak lagi jatuh terlalu dalam padanya. Setelah peristiwa itu, aku yakin aku mampu untuk melupakannya. Tapi, bayangnya tetap saja tak mau pergi dari pikiranku. Merindunya seolah menjadi makananku sehari-hari. Aku mulai candu untuk memikirkannya lagi. Tapi, aku tak mau menyerah untuk begitu saja merindukan seseorang yang bahkan tak pernah memperhatikanku dari kejauhan. Aku tetap berusaha berhenti dan berlari. Namun sekali lagi; usahaku gagal.
Aku mencoba membuka lembaran baru dari bekas buku yang pernah ia tulis. Tapi rasanya, aku tak akan pernah menemukan penulis yang sama sepertinya. Penulis yang kerjaannya meyakinkan orang lain bahwa ia adalah sosok yang beda dari kebanyakan pria. Ia dewasa, baik, sopan, dan setia. Tapi, lama kelamaan, kedok mengenai “Siapa Ia Sebenarnya” mulai terkuak. Ia bukanlah “Ia” yang sebenarnya. Ia hanyalah kebalikan dari sosok yang pernah ia ceritakan. Entah apa aku yang terlalu bodoh sampai-sampai pada saat itu, aku tak ingin berhenti mencintainya. Mencintai laki-laki yang jelas-jelas sudah meninggalkanku dan mencintai orang lain. Aku masih saja menunggunya. Menunggu kepastian waktu agar Tuhan mampu menyatukan kami. Tapi, waktu itu tak kunjung datang. Apa yang kuharap tak kunjung terlihat. Aku mulai takut, takut akan kehilangan perasaan yang teramat mendalam padanya. Dan kini yang ku takutkan mulai muncul. Perasaanku tak se-mendalam dulu padanya. Dan hari ini, rasanya pun aku sudah mati rasa. Tak ada lagi perasaan yang sangat dalam itu padanya...


P.S: Bolehkah kita bertemu suatu saat nanti? Hanya ingin memastikan parasmu nyata dan tak hanya tampak dalam maya..

Kita Vs Mereka

Diposting oleh Annisa di 23.21 0 komentar
Senja menutup hari minggu yang menjadi hari terakhir libur puasa ini. Tak terasa esok aku kembali bertemu “teman-teman”yang “baik” itu. Aku merasa Tuhan tak adil kali ini. Ia memberiku sebuah “neraka” kali ini dan aku tak tahu akan sampai kapan dapat bertahan di “neraka” yang menggema panasnya. Ku rapikan buku pelajaran untuk jadwal esok pagi. Aku merenung sesaat. Mengingat ketika masa-masa kelas 1 SMA kulalui dengan indah bersama sahabat. Canda, tawa, sesaat aku tertawa kecil mengingat itu. Tapi, tawaku harus terhenti ketika aku mengingat masa ini. Masa terakhir di SMA dan masa suram “teman-teman baik”
Jam dinding berbentuk kepala doraemon sudah cukup jelas menampakkan pukul setengah enam pagi, itu tandanya mataku harus menyudahi tidur panjangnya dan kakiku harus melangkah menuju kamar mandi yang letaknya sangat jauh dari kamar tidurku. Perjalanan ke sekolah pagi ini tak terasa mengasikkan bagiku, karna aku telah membayangkan bagaimana serangai mereka di kelas dan bagaimana hidupku akan berjalan. Tak terasa langkah kakiku telah membawaku ke kelas baru dan dihadapan teman baru yang sebenarnya tak patut dianggap teman baru. Namanya Dias. Kami sebenarnya sudah saling kenal dari kelas satu tapi baru kali ini kami sekelas. Kami juga sering dibilang anak kembar karna wajah kami yang kata orang mirip.
“Liburan kemana Dis?” Tanya Dias
“Gua mah dirumah aja Di. Elu kemana?” Kataku balik bertanya
“Sama aja sama gue. Nih si endut lala abis dari Jogja nih” Kata Dias sambil menunjuk-nunjuk Lala yang badannya memang agak bongsor
“Lah kenapa gue lagi yang dibawa-bawa? Error banget lu” Ejek Lala ke Dias
“Sudah sudah. Daripada ribut, mending kita ke lapangan yuk udah mau mulai tuh upacaranya” Ajakku. Mereka berdua kemudian menganggukkan kepala mereka dan mengikutiku dari belakang.

Awal semester yang ku bayangkan akan berlalu dengan indah, agaknya bisa jadi kenyataan. Tapi, seolah bayangan itu sirna ketika aku masuk selepas upacara dan mendapati Kristan-seorang teman laki-lakiku yang kebetulan pernah sekelas dikelas dua- duduk tepat dibelakangku. Rasanya muak bercampur kesal karna kutahu agaknya bacot Kristan besar sekali.
“Eh lu ngapain duduk didepan gua?” Tanya Kristan dengan nada nyolot
“Suka-suka gua kali. Lu pikir ni sekolah punya bapak lu jadi gue gak boleh duduk disini” Jawabku agak kasar
“Yaelah, santai aja kali. Lebaran gua kerumah lu ye, sediain makanan”
“Gua gak open house buat cowok macam elu”

---

Udara pagi ini sangat sejuk, sesejuk hatiku yang mulai dekat dengan Kristan. Awalnya kami tak dekat walaupun kami pernah sekelas saat kelas 2 SMA. Saat itu kami bagaikan orang asing ditengah lautan manusia. Hanya beberapa laki-laki saja yang berteman denganku saat itu. Dan tidak dengannya. Entah ada apa, tapi rasanya aku malas berteman dengannya apalagi bertegur sapa. Jadilah kami merasa bahwa kami tak pernah mengenal satu sama lain. Tapi sekarang, agaknya pepatah yang mengatakan “Tak kenal maka tak sayang” sudah mulai menghampiri hidup kami. Awalnya hanya bercanda, kemudian mulai dekat dan menyukai satu sama lain.

Senin, 07 Juli 2014

Kebetulan Pada Cinta Pertama

Diposting oleh Annisa di 03.01 0 komentar
Titip salam rindu untuk laki-laki yang jauh terpisah pulau disana. Yang tinggi, manis, serta pandai bermain drum...

Beberapa hari kemarin, tepatnya puasa hari kedua, kita bersua setelah sekian lama aku tak pernah berbicara denganmu. Setelah komunikasi terakhir yang isinya hanya ingin jauh dan berpisah. Pesan singkat darimu yang tiba-tiba masuk, lantas mengejutkanku dari lamunan panjang ingatan masalalu. Seketika, ingatanku kembali kepada memori masa-masa bahagia kita dahulu. Otakku membawa kembali kenangan pada saat kamu mengantarku kembali dari sekolah favorit yang ingin aku masuki selepas SMP. Dijalan pulang, kita menemukan seseorang yang tiba-tiba terjatuh dari motornya. Dengan sigap kamu turun dari motor dan menolong orang itu; you’re my hero. Tak berhenti selepas kejadian itu, aku memujimu. Memuji orang yang amat sangat kusayang.

Dengan berusaha menyapu kepingan ingatan masalalu yang tiba-tiba muncul, aku membalas pesanmu. Pesan yang kupikir kamu akan bertanya “Maaf, ini siapa ya?” dan ternyata itu tak benar. Kau menyapaku penuh hangat. Masih sehangat obrolan kita semasa kita bahagia berdua, dulu. Awalnya, hanya sekedar sapaan akan tetapi lama kelamaan, sapaan itu berubah obrolan yang mengarah pada masalalu. Rindu itu masih terpancar dari bahasa pesanmu. Aku tak tahu, apakah aku hanya geer atau pemikiranku itu benar. Tapi satu yang pasti; aku merindukanmu malam itu. Semalaman kita menghabiskan waktu memutar lagi kenangan yang harusnya tak pernah kita tonton lagi bersama. Kenangan itu membuatku memecah keheningan malam dengan tertawa renyahku. Hingga hari ini pun, aku masih belum bisa melupakanmu. Kamu yang menghujaniku dengan rasa sayang yang tak palsu, dan kamu satu-satunya yang memberikan sesuatu yang sangat amat aku sukai; puisi.
Berminggu-minggu kemudian, kita tak pernah lagi berbincang. Mengobrol berdua denganmu adalah yang paling kurindukan setelah 4 tahun lamanya kita tak pernah lagi berdua. Memandang desir ombak di laut untuk terakhir kalinya sebelum kau pergi jauh, berteman sms menonton acara tv kegemaran berdua yang tayangnya tengah malam, serta menemanimu menonton piala dunia 2010. Ah! Sungguh jika bisa mengulang, aku ingin sekali mengulang masa-masa itu.

Selasa, 01 Juli 2014

Rindu Pada Sepotong Malam

Diposting oleh Annisa di 01.56 0 komentar
Langit malam tak berbintang kala itu menjadi saksi bisu bersatu padunya gaya obrolan kita. Kita, ya, kita yang telah lama terpisah lautan dan tak pernah bersua. Malam itu, entah apa yang membuatku menyentuh sebuah buku lama yang tak pernah lagi ku sentuh semenjak kelas dua SMA. Ku buka lembar demi lembar kenangan itu, dan kutemukan namamu dengan beberapa nomor dan huruf; pin bbm. Ku beranikan diri meng-invite mu dan berharap pin itu belum perpindah tangan pada orang lain. Apa yang ku bayangkan ternyata menjadi kenyataan. Ya, itu kamu. Kamu yang selama dua tahun ku rindukan, dan bayangmu yang selama dua tahun tak pernah tergantikan.

Malam itu, kita asik mendendangkan cerita satu sama lain. Hal yang sama sekali tak pernah ku duga terdengar dari balik cerita manismu. Ternyata, selama dua tahun, apa yang aku pendam pun kau pendam. Aku tak pernah terpikir bahwa hidup ternyata memiliki cerita lucu seperti itu. Ku pikir, rinduku hanya bertepuk sebelah tangan. Pahit, manisnya hidupku setelah denganmu malam itu ku dendangkan pula. Tapi, banyak yang tak kau tahu apa yang terjadi setelah dua tahun itu. Aku banyak menemui pria dengan tipe yang berbeda-beda, namun mereka nyaris serupa. Tapi, tetap tak ada yang sama sepertimu. Aku pernah mencobanya dengan pria yang seiman, tapi aku tak bisa menyayanginya sama seperti aku menyayangimu; Aku menyerah. Lalu, ada sosok yang kau kenal datang menghampiri hidupku. Aku bisa menyayanginya sama seperti aku menyayangimu tapi, ia memang tak pantas untuk mendapatkan itu semua. Dan sekali lagi, sebongkah kerinduan dan pengharapan selama dua tahun, terbayar sudah.

Bagaimana bisa, apa yang aku pikir tak pernah terjadi, lantas itu semua terjadi? Bagaimana mungkin, segala hal yang ku bayangkan, dan itu semua menjadi kenyataan?
Kadang Tuhan pun tertawa melihat tingkah pola kita yang saling merindu namun tak pernah ada yang tahu. Sepotong rindu akan tawamu, ku sisipkan malam itu.
Kini, kita telah saling bahagia dengan hidup kita masing-masing. Tak ada pengharapan yang pasti, namun satu keinginan; kelak kita bisa bertemu dan saling membisikkan doa terbaik bagi masing-masing. Dan semoga, apa yang kita pilih itulah yang menuntun kita pada suatu kebaikan dan kebahagiaan yang pasti..

♬ ”Tetes air mata, basahi pipiku disaat kita kan berpisah..
Terucapkan janji, padamu kasihku takkan ku lupakan dirimu
Begitu beratnya kau lepas diriku, sebut namaku jika kau rindukan aku
Aku akan datang...”

Aku mulai menyukai lagi lagu itu, setelah sekian lama aku membencinya :)

Selasa, 10 Juni 2014

Jatuh Cinta Dalam Diam

Diposting oleh Annisa di 16.20 0 komentar
Sebenarnya, mengingat kisah ini pun aku tak sanggup. Bukan, bukan karna kau telah membuat hancur hatiku, tapi lebih kepada hatiku yang tak pernah bisa lepas dari belenggu bayang-bayangmu. Kamu adalah satu-satunya pria yang berhasil meyakinkanku kembali bahwa tak semua lelaki sama belangnya. Tapi aku tidak terlalu percaya lebih jauh dengan kata-katamu. Karna, bayangmu semu, ragamu hampa, tak dapat kusentuh dalam maya. Pun, aku baru mengenalmu tapi rasanya; aku telah mengenalmu bertahun-tahun. Semua hal yang pernah kita bincangkan ternyata tak serta-merta pergi dalam otakku. Mereka semua menari-nari kegirangan dalam lamunanku. Setiap kudengar perbincangan orang, yang kuingat hanyalah satu; kehangatan obrolan kita.

Perbincangan kita malam itu, tepat pukul setengah dua belas malam, cukup memberikan penjelasan bagiku. Penjelasan bahwa aku tak perlu mengharapkanmu kembali seperti dulu-dulu. Cukup bodoh tentunya aku mengharapkan seseorang yang bahkan jasadnya tak pernah kusentuh, wajahnya tak pernah nampak di depan kedua kelopak mataku. Tapi aku mengerti, itulah yang dinamakan; cinta. Arah perbincangan kita semakin jelas. Semakin ku tahu ada apa dibalik sana. Tapi aku tak menyerah, aku terus mengorek lebih dalam. Hingga akhirnya; aku terluka sendirian.

Kamis, 05 Juni 2014

Mungkin Karma Yang Sedang Berlaku Saat Ini

Diposting oleh Annisa di 07.20 0 komentar
Raja siang hari ini tak seberapa menampakkan kuasanya ketimbang hari kemarin. Entah ada apa tapi rasanya cuaca ini mewakili perasaanku; hampa. Entah apa yang menuntunku untuk melihat akun twittermu, bukan hanya  sekedar rasa penasaran tapi juga rasa ingin tahu yang mendalam. Satu persatu kubuka mentionmu dan ada satu username yang menarik perhatianku. Ku perhatikan lebih detail pemilik akun itu rasanya percakapan kalian berasal dari hati. Tapi aku tak menemukan itu padamu tapi padanya. Esoknya kubuka lagi akunnya yang sempat bersua denganmu, hatiku hancur seketika ketika ku lihat kata-kata itu didepan kelopak mataku; sayang. Aku tak menangis, aku tak membencimu, aku hanya marah. Marah ketika beberapa hari sebelumnya kau menelponku untuk memastikan isi hatiku. Kejujuranku sia-sia, pengharapanku musnah; aku menyerah. Ku relakan rasa maluku hilang didepanmu, didepan kewibawaanmu, tapi satu yang kutemukan; kau hanya mempermainkanku.

Minggu, 06 April 2014

Halo Kamu...

Diposting oleh Annisa di 00.11 0 komentar
Kita memang belum terlalu kenal satu sama lain, tapi hatiku seolah merasa kamu yang terbaik dari semuanya. Seiman, baik, belum lagi mereka berkata kamu setia. Siapa yang tak mau denganmu?
Walaupun kita bahkan belum pernah bertemu, tapi aku yakin padamu. Terlihat santunnya kata-katamu yang mewakili perasaanmu pada perbincangan kita di sore itu; Aku menyukaimu. Seiring berjalannya waktu, giatmu menghubungiku makin terlihat jelas ketika kamu meminta nomor handphoneku. Aku tak lantas begitu saja memberikannya karna aku takut, bukan kamu yang sebenarnya yang sedang menghubungiku ini.

Berhari-hari kita tak bersua, entah ada apa tapi aku merasakannya; Kangen. Esoknya ketika aku kembali, kamu langsung menghubungiku. Terlihat dari gaya bicaramu, kamu khawatir aku hilang dan tak kembali. Bahkan kamu sempat bertanya pada sahabatku yang sekaligus pernah menjadi bagian dalam hidupmu; Kemanakah aku pergi?

Sabtu, 05 April 2014

Pantaskah Perbedaan Menjadi Alasan?

Diposting oleh Annisa di 23.51 4 komentar
Ketika kamu sudah mantab untuk memulai sebuah lembaran baru, pastikan sudah memikirkan apa yang akan kau tulis dengan spidol berbagai macam warna. Begitu pula hidupku. Sudah ku pastikan akan ku coret dengan berbagai macam warna kehidupan. Banyak warna silih berganti merasuki duniaku. Salah satunya warnamu. Duniaku yang kelabu, berubah pelangi ketika kau datang dengan janji birumu yang akan mengubah hidupmu dengan masa lalu yang kelam itu. Kau tepat datang membawa kecerahan yang akan menapak di masa depanku. Aku terbang, melayang ke sanubari ketika semua janji baik kau ucapkan. Dua kali hatiku dipermainkan, tapi aku masih memaafkan; Aku sangat menyayangimu.

Tapi, apakah sama denganmu? Apakah semua pengorbananku, perjuanganku, sama dengan apa yang kau lakukan? Mereka semua tau jawabannya. Banyak sketsa tergambar diatas putih kehidupan kita. Ketika aku menangis, bahagia, tertawa, semua tergambar jelas. Tapi, kita dihadang satu perbedaan besar; Agama.

 

Annisa Okta's Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting