Bibir tebal, merah merona, tanda senyum khasmu. Rambut ikal sedikit bergelombang, kaos serta celana jeans panjang yang selalu menempel erat kemanapun kau pergi, jadi sebuah tanda kehadiranmu. Celoteh nyeleneh mu yang saat ini sangat ingin kudengar langsung dari bibirmu. Tulisan-tulisan jahil di timeline twittermu, membuatku tertawa kecil. Menertawai omongan-omongan kotormu yang sebenarnya tak pantas terpajang disana. Sekalipun itu dalam bahasa asing.
Lucunya adalah ketika aku diam-diam mengagumimu.
Merengkuh bayangmu lewat maya. Mendekap penuh asa setiap titik coretan yang kau
tulis didalam semu. Entah sejak kapan aku mulai diam-diam mengikuti setiap
gerak-gerik langkahmu. Semua berlalu begitu cepat. Secepat langkahmu
meninggalkan kampus sebelumnya. Dari dulu aku sangat menyukai laki-laki yang
bergaya sepertimu. Tapi entah mengapa, tidak ada satupun dari mantanku yang
bergaya seperti kamu. Mereka semua berbeda dan mempunyai kelebihan
masing-masing yang juga berbeda darimu. Aku tertarik begitu dalam denganmu. Tak
ingin mempunyai angan yang lebih, hanya ingin sekedar berteman. Aku merindukanmu, merindukan kita yang tak pernah bisa menyatu dalam nyata. Aku merindukan segala sesuatu yang hanya bisa kulihat seminggu dua kali. Dan bahkan kurang dari itu; Kamu. Aku merindukanmu disaat seperti ini. Waktu yang singkat adalah musuh terbesarku yang
kadang menjadi penyesalanku karna dua hari itu kita, atau lebih tepatnya
dipanggil “aku” tak dapat memandangimu dari kejauhan. Tak melihat batang
hidungmu keluar dengan motor antikmu, atau bahkan hanya sekedar menyiram
tanaman didepan rumah. Jika sudah begitu, aku hanya bisa melihatmu lewat maya.
Mengikuti setiap aktifitasmu yang kadang kau tulis didalam notes berjalanmu.