Hello
readers, it’s been a long time since I wrote the last story.
2 Tahun aku tak membagi cerita pada kalian dan di hari spesial ini, dimana aku
berulang tahun, aku ingin membagikan kisahku. Hehe. Sebuah true story dan identitas orang tersebut tidak akan aku sembunyikan
seperti cerita-cerita yang lain. Well
then, let’s start.
Ini semua berawal dari
suatu malam di Balikpapan. Saat itu, aku sedang dalam perjalanan pulang ke
rumah setelah dari rumah sakit. Di jalan aku melamun, tiba-tiba terpikirkan
“siapa cinta pertamaku?” aku ingat-ingat kembali dan mulai membawa diriku ke
masa lalu. Saat SMP, aku pernah berpacaran dengan teman sekelas les di salah
satu bimbel yang terkenal pada masanya. Tapi, aku tak yakin dia adalah cinta
pertama ku karna ketika SD aku sudah mulai menyukai lawan jenis. Aku pernah
berkirim surat kepada seorang lelaki, teman sekelasku juga saat SD. Saat itu
aku berfikir bahwa aku telah berpacaran dengannya karna surat menyurat itu.
Haha, lucu sekali. Aku mengingat-ingat kembali apakah ada seseorang sebelumnya
yang pernah aku sukai dan jawabannya, yes.
I did. Ada seorang laki-laki yang jauh sebelumnya telah aku sukai.
Dialah Ifan. Or my coach called him Ipan. Coach? Yes, aku pernah mengikuti les
renang saat kelas 4 SD dulu. Ipan adalah laki-laki bermata sipit berbadan agak
gembul. Dia satu-satunya laki-laki yang agak lumayan waktu itu, hehe. He’s not the only boy, actually.
Sepertinya saat itu ada 4 laki-laki dan 1 perempuan yang terlebih dahulu telah
ada disana. Mas very, Ipan, Daffa (Adiknya Ipan), dan Dana. Lalu aku dan Putra
(tetangga sebelah rumah di asrama dulu) bergabung bersama mereka. Satu-satunya
yang membuat aku bersemangat latihan renang saat itu adalah Ipan. Tapi, aku
dulu memang pemalu, jadi aku tidak pernah ngobrol dengannya. Bahkan bertegur
sapa pun tidak. Hanya Putra yang kala itu dapat berbaur dengannya. Rasanya
ingin sekali bilang ke Putra kalo aku suka Ipan, aku ingin ngobrol dengannya.
Tapi apalah daya aku takut Putra ember.
Hari-hari aku lewati
dengan suka cita saat itu. Terlebih aku sangat bersemangat menunjukkan pada
Ipan jika aku mampu melewati satu tantangan dan membuatnya lebih baik. Maklum,
saat itu aku adalah juniornya, walaupun kami seumuran tapi dia jauh lebih
senior di dunia per-renang-an daripada aku. Saat itu dia sudah menguasai semua
jenis gaya renang termasuk diving dan
gaya batu, hehe dia suka bercanda berenang gaya batu saat itu jika Pak Salaman-Pelatih-
tidak memperhatikannya. Dan aku, baru menguasai gaya bebas saat itu. Sedih,
saat Ipan terkadang tidak masuk les karna suatu hal dan aku tidak bisa
menunjukkan perkembanganku padanya saat itu. Tapi, aku senang karna aku bisa
ngobrol dengan adiknya-Daffa- ketika dia tidak masuk, hehe.
Ipan adalah alasanku
pergi les renang setiap hari. Yah, maaf dari kecil aku sudah centil. Hihi. Tapi,
sisi baiknya adalah gaya renangku semakin hari semakin baik karnanya hihi
walaupun setelah naik tingkat, aku tak melanjutkan les lagi. Pernah suatu
ketika, pelatih menyuruh kami renang 100 m tanpa mengambil nafas. Dan siapa
saja yang mengambil nafas, maka dia harus berlari atau push up sesuai jumlah nafas yang diambil (Ex: 3 kali ambil nafas,
lari 3 putaran atau push up 3 kali, dst) aku kagum terhadap Ipan yang kalau
tidak salah, pada percobaan ke 3 nya mampu menahan nafas. Mulai saat itu rasa
kagumku terhadapnya semakin besar dan tak terbendung. Setelah latihan hari itu
selesai, pelatih menyuruh kami untuk baris berjejer di pinggir kolam renang dan
Beliau memfoto kami. Saat itu hanya ada Aku, Leni, Putra, Daffa, Ipan, dan Dana.
Foto itu diambil untuk kenang-kenangan sebelum lomba renang kata Beliau. Ah sungguh
rindu Pak Salaman!
Dan hari itu tiba! Hari
dimana seharusnya aku ikut lomba renang, tapi aku tidak bisa ikut karna
tiba-tiba aku sakit. Ya, mungkin demam panggung. Setelah masuk les lagi, Mas
Very dan yang lain membanggakan piala yang mereka dapat. Sungguh senang melihat
Ipan-ku bergembira saat itu. Setelahnya, pelatih memberikan foto di pinggir
kolam malam itu dalam bentuk hardcopy. Ketika sampai dirumah, aku simpan
elok-elok foto tersebut dalam suatu album. Setelah itu, aku pun naik tingkat.
Tapi tak sampai sebulan, aku berhenti. Mentalku memang cetek, haha. Saat
pertama belajar gaya bebas pun aku selalu menangis ketika di marahi oleh
pelatih, but thanks coach! Berkat
pengalaman itu, aku bisa kuat sampai saat ini.
Lalu, aku berada di fase
ketika aku merindukan Ipan setelah lama tidak bertemu. Ku ambil foto sebelum
lomba renang itu, dan ku gunting Ipan mengikuti pola badannya di foto tersebut.
Haha, lucu sekali. Bahkan foto itu pun tidak ku tempatkan di dompet dan entah
dimana foto itu sekarang. Kemudian aku berharap suatu saat dapat bersekolah di
SMP yang sama dengannya. But as the time
goes by, ternyata kita tidak bisa bertemu dan bersekolah di SMP yang sama.
Saat itu aku memilih SMP Negeri yang dekat dengan rumah begitu juga Ipan.
Semenjak SMP, aku sudah mulai melupakannya. Hingga detik terakhir ini aku baru
mengingatnya kembali sebagai cinta pertama-ku. Bukan sebagai teman les renang.
Tiba-tiba saat SMA, aku terkejut
ketika melihat sosoknya. Sosok Ipan kecil yang saat itu tingginya sama denganku
dengan badan gembul bermata sipit. Namun, yang kutemui di SMA adalah Ipan yang
berbeda. Masih dengan mata sipitnya, namun kali ini badannya lebih kurus dan
lebih tinggi sekitar 15-20 cm dariku. Aku bertanya-tanya, apakah benar dia
adalah Ipan-ku dulu? Untuk waktu yang agak lama, aku tak menghiraukannya, namun
akhirnya hati kecilku bergejolak untuk mencari tahu lebih dalam. Dan ternyata
benar. Dialah Ipan-ku. Aku tahu rumah Ipan semenjak les renang dulu, dan
laki-laki itu juga pulang kerumah yang sama. Tapi entah, mengapa nama
panjangnya sangat berbeda dengan nama kecilnya. Bahkan tidak ada nama “Ipan” yang
terselip di dalam nama panjangnya. Hahaha, entahlah. Hanya pelatih dan ayahnya
saja yang tau. Dan hingga saat ini, aku tak pernah berbicara dengannya. Bisa
jadi, Ipan juga tidak pernah mengenalku. Jatuh cinta dalam diam itu ternyata
lumayan rumit. Hehe.
Dimana
pun Ipan berada saat ini, semoga Ipan baik-baik saja dan lekas bertemu dengan
tambatan hatinya. Aku tahu Ipan pernah menyukai sahabatku saat kelas 3 SMA. Aku
ingin Ipan mendapatkan jodoh yang baik. Sebaik sahabatku.
Teruntuk;
Ipan-ku.